Jumat, 14 November 2014

Arti lagu tong hua

Guang Liang - Tong Hua "Lyrics" Pinyin, Eng, Ind

Dongeng (traditional Chinese: 童話; pinyin: Tóng Huà) merupakan single pertama album solo Michael Wong (Chinese: 王光良; pinyin: Wáng Guāngliáng) ke tiga, diluncurkan pada tahun 2005, yang juga berjudul dongeng. Lagu ini menjadi lagu kesukaan saya, bahkan ketika saya tidak mengerti judul dan arti liriknya. Beberapa penggemaran lain mengatakan bahwa walaupun dia tidak mengerti satu katapun dalam bahasa Mandarin, dia tetap dapat menikmati lagu ini karena lagu ini bukan hanya sesuatu yang dapat didengar tetapi juga dapat dirasakan. Lagu ini menjadi lagu yang dapat bertengger diposisi pertama terlama yaitu selama 15 minggu dalam Baidu 500, daftar rangking top 500 lagu Mandarin yang paling banyak diunduh.
Berikut liriknya dalam pinyin,
wang le you duo jiu
zai mei ting dao ni
dui wo shuo ni zui ai de gu shi
wo xiang le hen jiu
wo kai shi huang le
shi bu shi wo you zuo cuo le shen me
#
ni ku zhao dui wo shuo
tong hua li dou shi pian ren de
wo bu ke neng shi ni de wang zi
ye xu ni bu hui dong
cong ni shuo ai wo yi hou
wo de tian kong xing xing dou liang le
*
wo yuan bian cheng tong hua li
ni ai de na ge tian shi
zhang kai shuang shou
bian cheng chi bang shou hu ni
ni yao xiang xin
xiang xin wo men hui xiang tong hua gu shi li
xin fu he kuai le shi jie ju
Repeat # and *
Repeat * (2 times)
yi qi xie wo men de jie ju.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi seperti ini,
I forgotten how long it has been
Since the last time I heard you
Telling me your favorite story
I’ve thought for a long time
I started to get worried
Have I done something wrong again?
#
Crying, you told me
Fairy tales are only a lies
There is no way I’m your prince
Perhaps you don’t understand
Since you said you loved me
All the stars in my sky have brightened
*
I’m willing to change into
The angel you love in those fairytales
I’ll spread up my hands
Turning them into wings to protect you
You have to believe
Believe that we’ll be like the fairytale
with happines and joy in the end
Repeat # and *
Repeat * (2 times)
Together, we’ll write our own ending.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi seperti ini,
Aku lupa berapa lama
Sejak terakhir kali aku mendengarmu
Bercerita kepadaku tentang cerita kesukaanmu
Aku berpikir untuk waktu yang lama
Aku mulai merasa khawatir
Apakah aku telah melakukan kesalahan lagi
#
Dengan menangis, kamu katakan padaku
Dongeng itu hanya kebohongan
Aku tidak mungkin dapat menjadi pangeranmu
Tetapi mungkin kamu juga tidak mengerti
Sejak kamu berkata padaku bahwa kamu mencintaiku
Semua bintang dilangitku bersinar semakin terang
*
Aku ingin berubah menjadi
Malaikat yang kamu sukai dalam dongeng itu
Aku akan bentangkan tanganku
dan mengubahnya menjadi sayap untuk melindungimu
Kamu harus yakin
Yakinlah bahwa kita akan seperti dongeng itu
bahagia dan senang pada akhirnya
Ulangi # dan *
Ulangi * (2 kali)
Bersama, kita akan menulis akhir kisah kita sendiri.

Selamat Menikmati ^^ Good Night =))

Jumat, 04 Juli 2014

Asal mula lagu "nina Bobo"

Beberapa tahun setelah kedatangan Cornelis de Houtmen di Banten, Belanda sudah memadati pulau Jawa. Salah seorang anak Belanda yang hidup di Jawa adalah Nina. Gadis kecil yang bernama lengkap Nina Van Mijk. Nina berasal dari keluarga komposer musik klasik sederhana yang menetap di Nusantara untuk memulai hidup baru karena terlalu banyak saingan musisi di Belanda.

Semua kehidupan Nina gak ada yang aneh, hingga suatu malam petir menyambar-nyambar langit tak berhenti hingga memekakkan telinga. Nina yang tidur seorang diri di kamar ketakutan melihat kilatan petir dari jendela.

Kemudian, Nina menjerit kencang sekali diikuti oleh suara vas bunga yang jatuh dan pecah berantakan. Orang tua dan segenap isi rumah berlari menuju kamar Nina, namun pintu terkunci dari dalam. Sehingga ayahnya terpaksa mendobrak.
Satu pemandangan mengerikan disaksikan oleh keluarga itu, terlihat diranjang tidur Nina melipat tubuhnya kebelakang persis dalam posisi kayang merayap mundur sambil menjerit – jerit dan sesekali mengumpat – ngumpat dengan bahasa Belanda. Rambutnya yang lurus pirang menjadi kusut tak keruan, kelopak matanya menghitam pekat. Itu bukan Nina, itu adalah jiwa jahat yang bersemayam ditubuh Nina. Nina kerasukan.
Selama seminggu setelah kejadian itu, Nina dipasung dalam kamar. Keadaan tubuhnya memburuk, tubuhnya kurus, wajahnya pucat. Ibunya menangis sepanjang malam saat mendengar anaknya menjerit-jerit tengah malam. Sementara ayahnya tak tahu harus berbuat apa.

Akhirnya Ayahnya pulang ke Belanda dan pembantunya pun kabur entah ke mana karena takut. Di rumah itu hanya tinggal ibunya dan Nina yang tak terurus.
Kembali lagi pada satu malam badai, namun aneh, kala itu terdengar Nina tidak lagi menjerit – jerit seperti yang dilansir dalam blog addgue. Kamarnya begitu hening. Perasaan ibu Nina bercampur aduk antara bahagia dengan takut. Bahagia bila ternyata anaknya sudah sembuh, tetapi takut bila ternyata anaknya sudah meninggal.

Ibu Nina mengintip dari sela – sela pintu kamar Nina, dan ternyata Nina sedang duduk tenang diatas ranjangnya. Tak berkata apa – apa tapi sejurus kemudian dia menangis sesengukan. Ibu Nina langsung masuk kedalam kamarnya dan memeluk Nina erat – erat dan melepas tali tambang yang melilit tangannya.

“Ibu, aku takut…” ujar Nina sambil menangis.
Ibunya mencoba menenangkan Nina dan mengajaknya makan karena melihat kondisi tubuh anaknya yang tak karuan. Namun Nina menolak untuk makan. Nina justru ingin tidur karena tubuhnya sangat lemah.

“Aku ngantuk, rasanya aku akan tertidur sangat pulas. Maukah ibu nyanyikan sebuah lagu pengantar tidur untukku?”

Akhinya Ibunya menyanyikan lagu ‘Nina Bobo’ yang sering kalian dengar saat ini. Setelah sebait lagu itu Nina terlelap damai dengan kepala dipangkuan ibunya, wajah anggunnya telah kembali. Ibu Nina menghela nafas lega, anaknya telah tertidur pulas.
Tapi…

Nina tidak bergerak sedikit pun, nafasnya tidak terdengar, denyut nadinya menghilang, aliran darahnya berhenti. Nina telah tertidur benar – benar lelap untuk selamanya dengan sebuah lagu ciptaan ibunya sebagai pengantar kepergian dirinya setelah berjuang melawan penderitaan.
Begitulah cerita di balik lagu Nina Bobo. Tragis benget, ya Gan…

Sabtu, 02 November 2013

cinta ini tak akan hilang :)

Rina sedang menyiapkan makan malam ketika aku tiba di rumah. Aku memegang tangannya dan berkata, “ Abang ada sesuatu nak beritahu”. Dia membisu dan dapat ku lihat keresahan di matanya.



Tiba-tiba lidahku kelu. Tapi aku nekad untuk memberitahunya. “Abang rasa kita sudah tidak serasi lagi. Kita cerai?”.Akhirnya, terlepas jua beban di dada. Tapi ku lihat Rina tenang dan dia hanya bertanya dengan lembut. “Mengapa bang? Apa salah saya?”. Giliran aku membisu dan ini menimbulkan kemarahan Rina. Air matanya mula menitis. Aku tahu dia mahukan jawapan tapi aku tiada jawapannya. Yang ku tahu, hatiku kini milik Tasya. Cintaku bukan pada Rina lagi.



Aku katakanya padanya yang dia boleh ambil rumah dan kereta apabila kami bercerai. Rina merenung wajahku.Pandangannya kosong. 10 tahun kami berkahwin tetapi malam ni kami umpama orang asing. Aku kasihankannya tetapi untuk berpatah balik tidak sesekali. Aku cintakan Tasya. Air matanya yang sekian tadi bertakung mula mengalir deras. Sudah ku jangka. Malah aku lega melihatnya menangis. Niatku untuk bercerai semakin jelas dan nyata.




Keesokannya, Rina mengatakan dia tidak mahu apa-apa dari penceraian kami melainkan tempoh 1 bulan. Dia meminta bahawa dalam satu bulan itu kami teruskan rutin harian kami seperti biasa sebagai suami isteri. Alasannya, anak kami bakal menduduki peperiksaan dalam masa sebulan lagi dan dia tidak mahu anak kami terganggu dengan penceraian kami. Aku bersetuju.




Kemudian Rina menyuruhku mengingat kembali saat aku mendukungnya ke bilik kami pada malam pertama kami. Dia meminta untuk tempoh sebulan ini, aku mendukungnya keluar dari bilik tidur kami ke pintu depan setiap pagi. Pada ku memang tidak masuk akal. Tetapi aku tetap bersetuju.




Aku memberitahu Tasya permintaan Rina. Dia ketawa dan hanya mengatakan ini semua kerja gila. Tidak kira apa muslihat Rina, dia tetap akan diceraikan. Aku hanya diam membatu.




Semenjak aku menimbulkan isu penceraian, kemesraan kami terus hilang. Hari pertama aku mendukungnya keluar, aku merasa kekok. Rina juga. Anak kami bertepuk tangan di belakang sambil ketawa dan berkata, “Ayah dukung ibu ya”. Kata-katanya amat menyentuh hatiku. Mata Rina bergenang dan dengan lembut dia memberitahuku agar jangan sampai anak kami tahu yang kami akan bercerai. Aku mengangguk setuju. Aku menurunkannya di muka pintu. Dan kami memandu berasingan ke tempat kerja.




Masuk hari kedua, hilang sedikit rasa kekok. Rina bersandar di dadaku. Dapat ku cium harumannya. Dapat ku lihat kedutan halus di wajahnya Aku sedar dia tidak muda lagi seperti dahulu. Ternyata perkahwinan kami memberi kesan kepadanya. Selama satu minit, aku tertanya-tanya apa yang telah aku lakukan.




Masuk hari keempat, aku dapat rasakan keintiman kami telah kembali. Tanpa sedar hatiku berkocak mengatakan mungkinkan cintaku masih padanya. Hari kelima dan keenam, aku menyedari keintiman kami mula bercambah kembali. Aku tidak memberitahu Tasya tentang perkara ini. Masuk hari-hari seterusnya, rutin ini jadi lebih mudah malah aku nantikannya setiap pagi.




Suatu pagi, Rina sedang memilih baju untuk dipakai. Katanya tiada yang sesuai. Dia mengeluh. “Semua baju saya besar”. Baru ku sedar, dia semakin kurus. Mungkin itu jugalah sebabnya aku semakin mudah mendukungnya. Tiba-tiba terlintas di fikiranku. Mungkin Rina sedang menyembunyikan keperitan hatinya lantaran sikapku selama ini. Tanda sedar aku merangkul tubuhnya dan membelai rambutnya.




Kemudian, muncul anak kami di muka pintu sambil berkata “ Ayah, cepat lah dukung ibu keluar”. Padanya, melihat aku mendukung keluar isteriku setiap pagi adalah rutin hariannya. Rina memanggil anak kami lalu memeluknya erat. Ku palingkan mukaku kerana takut aku sndiri mengubah fikiran di saat ini. Aku kemudian mendukungnya dan tangannya melingkari leherku. Tanpa sedar, ku eratkan rangkulanku. Dapat ku rasakan badannya sangat ringan.




Hari ini genap sebulan. Di muka pintu aku menggenggam tangannya dan berkata “ Abang tidak sedar yang selama ini kita kurang keintiman”. Aku terus melangkah ke kereta dan terus memandu ke pejabat. Sesampainya di pejabat, aku terus ke bilik Tasya. Sebaik pintu terbuka, aku masuk dan aku beritahu dia “Maaf Tasya. Saya tidak akan bercerai dengan Rina. Sekarang saya sedar saya masih cintakan dia”.




Muka Tasya berubah merah. Tapi ku kata jua,“Maaf Tasya. Saya dan Rina tidak akan bercerai. Perkahwinan kami membosankan mungkin kerana saya tidak menghargai apa yang kami ada dan kongsi selama ini, bukan kerana kami tidak lagi menyintai satu sama lain”. Tasya menjerit sekuat hati dan aku terus melangkah keluar.




Aku kembali ke kereta dan niat hatiku mahu pulang ke rumah dan memohon maaf dari Rina, isteriku. Aku singgah di sebuah kedai bunga untuk membeli sejambak tulip merah kesukaan Rina. Aku capai sekeping kad dan ku tulis, “Abang akan dukung Rina setiap pagi hingga maut memisahkan kita”.




Setibanya di rumah, aku terus berlari ke bilik kami dan mendapati Rina terbaring tenang di atas katil. Ku belai wajahnya sambil memanggil namanya tapi tiada sahutan. Rina kaku. Hatiku berdetak keras.




Kini Rina pergi untuk selamanya. Perpisahan yang ku pinta ternyata ditunaikan. Sekian lama Rina berperang dengan KANSER RAHIM tetapi aku begitu sibuk dengan Tasya untuk menyedarinya. Rina tahu bahawa dia akan mati tidak lama lagi dan dia mahu menyelamatkan aku daripada reaksi negatif dari anak kami, sekiranya kami tetap bercerai. Rina mahu sekurang-kurangnya di mata anak kami, aku adalah suami yang penyayang.




Perkara-perkara mudah dan ringkas yang anda lakukan bersama adalah yang sebenarnya penting dalam perkahwinan. Bukan banglo, kereta, harta, dan wang di bank. Semua itu hanya wujudkan persekitaran yang kondusif untuk kebahagiaan tetapi tidak dapat memberi kebahagiaan pada kita.




Jadi carilah masa untuk menjadi sahabat kepada isteri/suami anda dan lakukan perkara-perkara kecil untuk satu sama lain yang membina keintiman. Binalah kemanisan rumah tangga anda. Hargailah setiap pengorbanan pasangan anda..

Maaf Aku tidak tahu ayah :(

Sepasang suami isteri, seperti pasangan lain di kota-kota besar, meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah semasa keluar bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Bersendirian

di rumah dia kerap dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja bermain di luar, tetapi pintu pagar tetap dikunci. Bermainlah dia sama ada berbuai-buai di atas buaian yang dibeli bapanya, ataupun memetik bunga raya, bunga kertas dan lain-lain di laman rumahnya.







Suatu hari dia terjumpa sebatang paku karat. Dia pun melakar simen tempat letak kereta ayahnya tetapi kerana diperbuat daripada marmar, lakaran tidak kelihatan. Dicubanya pada kereta baru ayahnya. Ya... kerana kereta itu bewarna gelap, lakarannya jelas. Apa lagi kanak-kanak ini pun melakarlah melahirkan kreativitinya. Hari itu bapa dan ibunya bermotosikal ke tempat kerja kerana laluannya sesak sempena perayaan Thaipusam.







Penuh sebelah kanan dia beredar ke sebelah kiri kereta. Dilakarnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu langsung tak disedari si pembantu rumah.







Pulang petang itu, terkejut benar pasangan itu melihat kereta yang baru setahun dibeli dengan bayaran ansuran, berbatik-batik. Si bapa yang belum pun masuk ke rumah terus menjerit, "Siapa punya kerja ni?" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan tambah-tambah melihat wajah bengis tuannya.







Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan "Tak tahu... !" "Duduk di rumah sepanjang hari tak tahu, apa kau buat?" herdik si isteri lagi. Sia anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari bilik. Dengan penuh manja dia berkata "Ita buat ayahhh.. cantik kan!" katanya menerkam ayahnya ingin bermanja seperti selalu.







Si ayah yang hilang sabar merentap ranting kecil pokok bunga raya di depannya, terus dipukul bertalu-talu tapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul tapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan diri, mungkin setuju dan berasa puas dengan hukuman yang dikenakan.







Pembantu rumah melopong, tak tahu nak buat apa-apa. Si bapa cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya. Selepas si bapa masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke bilik. Dilihatnya tapak tangan dan belakang tangan si anak kecil calar balar.







Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia menangis. Anak kecil itu pula terjerit-jerit menahan kepedihan sebaik calar-balar itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapa sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak.







Pembantu rumah mengadu. "Sapukan minyak gamat tu!" balas tuannya, bapa si anak. Pulang dari kerja, dia tidak melayan anak kecil itu yang menghabiskan masa di bilik pembantu. Si bapa konon mahu mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah langsung tidak menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Ita demam... " jawap pembantunya ringkas. "Bagi minum panadol tu," balas si ibu. Sebelum si ibu masuk bilik tidur dia menjenguk bilik pembantunya. Apabila dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup semula pintu.

Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahu tuannya bahawa suhu badan Ita terlalu panas. "Petang nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap" kata majikannya itu. Sampai waktunya si anak yang longlai dibawa ke klinik. Doktor mengarahnya ia dirujuk ke hospital kerana keadaannya serius. Setelah seminggu di wad pediatrik doktor memanggil bapa dan ibu kanak-kanak itu.

"Tiada pilihan.." katanya yang mencadangkan agar kedua-dua tangan kanak-kanak itu dipotong kerana gangren yang terjadi sedah terlalu teruk. "Ia sudah bernanah, demi nyawanya tangan perlu dipotong dari siku ke bawah" kata doktor. Si bapa dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa diri tunggang terbalik, tapi apalah dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapa terketar-ketar manandatangani surat kebenaran pembedahan.

Keluar dari bilik pembedahan, selepas ubat bius yang dikenakan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga terpinga-pinga melihat kedua-dua tangannya berbalut putih. Direnung muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis.

Dalam seksaan menahan sakit, si anak yang keletah bersuara dalam linangan air mata. "Abah.. Mama... Ita tak buat lagi. Ita tak mau ayah pukul. Ita tak mau jahat. Ita sayang abah.. sayang mama." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa. "Ita juga sayang Kak Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung seperti histeria.





"Abah.. bagilah balik tangan Ita. Buat apa ambil.. Ita janji tak buat lagi! Ita nak makan macam mana? Nak main macam mana? Ita janji tak conteng kereta lagi," katanya bertalu-talu. Bagaikan gugur jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.

"Pernahkah kau mencintaiku seperti aku mencintaimu?"

 



 
"Pernahkah kau mencintaiku seperti aku mencintaimu?"
kata-kata itu selalu ia ucapkan pada kekasihnya itu.

Gadis itu benar-benar mencintai seseorang yang sepantasnya ia pangil paman.
Begitu cintanya ia kepada laki-laki itu sampai ia rela lakukan apa saja asal bisa bersama denganya.
Tidak perduli dengan apapun.

"Aku mencintaimu, tapi maaf tidak bisa menikahimu."
Entahlah.
Berkali-kali laki-laki itu mengucapkan kata cinta tetap saja banyak keraguan didalam hati gadis itu. Dalam benaknya hanya terpikir kalau laki-laki itu hanya ingi mempermaninkanya.

"Kau tahu aku milik orang lain, tapi mengapa tetap memaksakan hubungan ini?"
gadis kecil itu tidak pernah bisa menjawab, mengapa ia selalu memaksakan hubungan yang sudah jelas akhirnya. hanya sebuah kalimat kecil yang selalu menyertai jawabanya. "Karena aku cinta."



Hari dimana mereka harus berpisah semakin dekat. hari itu begitu menyakitkan untuk gadis itu. ia selalu memohon pada kekasihnya agar selalu menemaninya di hari-hari terakhirnya bersama kekasihnya itu.
"Temani aku ya, tiga hari ini saja. setelah itu semuanya berakhir."
kekasihnya tidak pernah menjawab iya ataupun tidak. hanya seperti mengantungkan harapan pada gadis itu.

"Kalau bukan karena cinta." gadis itu mulai meneteskan air mata "Temanilah aku karena kau kasihan padaku."

Tapi entah mengapa kekasihnya tetap saja tidak bisa menemaninya, bahakan hingga hari terakhir dia berada disana kekasihnya tetap diam dan tidak menemuinya.
"Mengapa kau seperti ini kepadaku? apakah aku benar-benar tidak ada artinya untukmu. apakah tidak ada sedikitpun cinta untukku. mengapa kau tidak mau menemuiku. padahal esok kita akan berpisah."
Entah sudah berapa banyak air mata yang telah ia buang untuk kekasihnya itu. ia merasa saat ini cintanya pada laki-laki itu benar-benar tidak ada artinya. sedikitpun laki-laki itu tidak perduli dengan perasaanya.
Kini ia hanya tinggal menghitung jam sampai pagi menjelang dan semuanya berakhir.

"Tuhan, mengapa aku begitu tidak ikhlas kehilangannya. Padahal Engkau sudah memperingatkanku untuk jangan mencintainya. Bahkan akupun tahu dia takan pernah menjadi milikku."

Jarum panjang pada jam dinding itu masih terus berputar. dan entah mengapa lajunya semakin cepat. Beberapa saat kemudian handphone gadis itu berdering.
"Aku didepan rumahmu, keluarlah."
gadis itu berlari kencang keluar rumah, berharap kali ini benar-benar kekasihnya yang ada diluar sana.
Ya, memang dia. berdiri menunduk didepan mobilnya. entahlah, wajahnya tak begitu nampak. apaka dia sedih atau senang gadis itu tidak pernah tahu.
Jam menunjukan pukul 11.45 pm. Malam ini terasa begitu dingin, tapi gadis itu hanya berlari pergi mengejar kekasihnya hanya dengan sedal jepit dan celana pendek serta baju tipisnya.
"Kau tidak ada baju lain?"
gadis itu hanya menggeleng.
"Kenapa tidak pakai jaket?"
"Semuanya sudah kumasukan dalam koper."



Dia masih tetap diam. tidak banyak kata yang dia ucapkan malam itu.
"Kau tidak mau memelukku?" gadis itu menatap kekasihnya pelan.
"Tidak."
"Kenapa?"
"Tidak ada."
"Kau tidak mencintaiku?"
"Aku cinta padamu."
"Tapi mengapa kau terus menyakitiku?"
"Karena kau juga menyakitiku."
"Aku, menyakitimu? apa, apa yang membuatmu tersakiti."
"Sudahlah, kita ganti topik saja!!" wajah laki-laki itu tampak sedikit marah dan kesal.
"Kau tidak pernah menyayangiku. kau lebih suka melihatku menangis kan." air mata itu sudah terlalu sering dibendung. air matanya sudah tidak tertahan lagi. semua yang ia rasakan pada kekasihnya ia katakan begitu saja tanpa perduli dengan apapun.

"Kau senang aku pergi, karena kau bisa dengan mudah dapatkan pengantiku."
semuanya, semuanya sudah diucapkan. bahkan gadis itupun lupa apa yang tadi ia ucapkan pada kekasihnya.

"Ya semuanya benar!!" laki-laki itu tampak begitu marah. " Kau benar, aku tidak mencintaimu, tidak menyayangimu, aku hanya memanfaatkanmu, dan ya semuanya benar bahwa aku hanya orang jahat. kau puas!!!"

kemudian laki-laki itu pergi meninggalkan gadis itu tanpa seutas senyumpun untuknya.

matahari mulai nampak. koper-koper itu tampak begitu besar dan berat. Semua kawan-kawannya sudah bersiap didepan rumah hanya tiggal gadis itu.
"Datanglah sebentar saja kerumahku. Sebentar saja." air mata itu terus mengalir. "Kumohon."
"Aku tidak bisa. aku harus bekerja."
"Sebentar saja."
kekasihnya tidak banyak bicara dan segera mematikan telponya.
Sesaat kemudian sebuah pesan singat masuk ke handphonenya.

Maaf aku tidak bisa datang.
Pulanglah.
Suatu hari nanti aku pasti akan menemuimu.
aku mencintaimu.

Kenapa begitu. kenapa laki-laki itu begitu jahat pada gadis itu.
yang bisa dilakukan gadis itu hanyalah memohon agar kekasihnya bisa datang.
tapi tetap, kekasihnya tidak pernah datang.

"Tuhan, aku benar-benar tidak ikhlas dengan semua ini. kalau Kau sayang padaku, Tuhan. tunjukan padaku kalau dia benar-benar mencintaiku. Perlihatkan padaku kalau ada aku dihatinya."

Bus itu melaju cepat menuju Airport, hinga Doaaaaaaarrrrrrr.... sebuah kecelakan besar menumbangkan bus itu.
4 dari 13 orang penumpangnya mengalama cedera berat, termasuk gadis itu. 7 buah mobil ambulan datang dengan cepat dan mengantarkan mereka ke rumah sakit terdekat.

gadis itu tampak tidak merasakan apa-apa padahal lukanyalah yang paling berat. dia hanya terbaring diam melihat keadaan disekitarnya. hinga seseorang datang dengan berlari dan segera memeluknya.
"Apa yang terjadi padamu?"
gadis itu tetap dia, kini dia bisa merasakan lukanya, begitu sakit, pedih dan sangat menyiksa.
"Dengarkan aku. semuanya akan baik-baik saja. dokter akan menolongmu."
wajah laki-laki itu tampak begitu khawatir.
"Aku, tidak ingin pergi." suara gadis itu terbata-bata "Tidak ingin meninggalakanmu."
"Kau tidak akan pernah meningalkanku dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu."
"Sa-kit... disini sakit." gadis itu mengengam dadanya kencang, seraya mengisyaratkan sesuatu.
"Semuanya akan baik-baik saja. aku tidak akan meningalkanmu."
gadis itu mulai tersenyum tipis.
"Kau mau kita berpisah kan, sekarang kita akan berpisah. Tuhan tidak mau kita bersama. Dia ingin aku menemaniNya. karena kau tidak bisa menemaniku." Senyum gadis itu semakin melebar tapi wajahnya masih tampak kesakitan. "Kau mau aku pulang kan, aku akan pulang tapi kau tidak bisa menemuiku lagi."
laki-laki itu hanya terdiam. matanya mulai memerah.entah apa yang kini bergejolak dihatinya. begitu pedih dan menyakit.

"Sayang, Pernahkah Kau mencintaiku seperti aku mencintaimu?"
tubuh gadis ini begitu dingin. denyut nadi dan detak jantungnya mulai tak terdengar. darah segar masih terus mengucur dari hidung dan kepalanya. dan senyum manisnya dibibirnya menemani matanya yang kini mulai tertutup.

Entahlah harus berapa kali kukatakan bahwa aku mencintaimu.
Entahlah apa yang harus kulakukan agar kau percaya aku menyayangimu.
Kau tahu kita takkan pernah bisa bersama, tapi kau terus memaksakan semuanya.
Kau tahu aku tidak akan bisa melihatmu pergi tapi kau terus memaksaku untuk datang.
Sekarang kau benar-benar meningalkanku dan berkata bahwa aku bahagia tanpamu.
Penahkah aku mencinkaimu seperti kau mencitaiku?
Aku pernah mencintaimu, dan akan selalu mencintaimu dan cintaku lebih besar dari cintamu kepadaku

Kisah Cinta Sedih Sepanjang Sejarah

 


Kisah Cinta kali ini benar-benar salah satu Kisah Paling Sedih & Paling Mengharukan sepanjang sejarah percintaan. Mudah-mudan kita semua tidak akan pernah mengalami seperti apa yang

ada pada Kisah Cinta Paling Sedih ini. Dan semoga kita semua dapat mengambil pelajaran / hikmah di balik Cerita cinta paling sedih dan paling mengharukan berikut ini.




Sudah menjadi kehendak Allah memberinya cobaan berupa penyakit kronis yang bersarang dan sudah bertahun-tahun ia rasakan. Ini adalah cerita kisah seorang gadis yang bernama Muha. Kisah ini diriwayatkan oleh zaman, diiringi dengan tangisan burung dan ratapan ranting pepohonan.




Muha adalah seorang gadis remaja yang cantik. Sebagaimana yang telah kami katakan, sejak kecil ia sudah mengidap penyakit yang kronis. Sejak usia kanak-kanak ia ingin bergembira, bermain, bercanda dan bersiul seperti burung sebagaimana anak-anak yang seusianya. Bukankah ia juga berhak merasakannya?




Sejak penyakit itu menyerangnya, ia tidak dapat menjalankan kehidupan dengan normal seperti orang lain, walaupun ia tetap berada dalam pengawasan dokter dan bergantung dengan obat.




Muha tumbuh besar seiring dengan penyakit yang dideritanya. Ia menjadi seorang remaja yang cantik dan mempunyai akhlak mulia serta taat beragama. Meski dalam kondisi sakit namun ia tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu dan pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernah habis. Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya kambuh yang memaksanya berbaring di tempat tidur selama berhari-hari.




Selang beberapa waktu atas kehendak Allah seorang pemuda tampan datang meminang, walaupun ia sudah mendengar mengenai penyakitnya yang kronis itu. Namun semua itu sedikit pun tidak mengurangi kecantikan, agama dan akhlaknya…kecuali kesehatan, meskipun kesehatan adalah satu hal yang sangat penting. Tetapi mengapa?




Bukankah ia juga berhak untuk menikah dan melahirkan anak-anak yang akan mengisi dan menyemarakkan kehidupannya sebagaimana layaknya wanita lain?




Demikianlah hari berganti hari bulan berganti bulan si pemuda memberikan bantuan materi agar si gadis meneruskan pengobatannya di salah satu rumah sakit terbaik di dunia. Terlebih lagi dorongan moril yang selalu ia berikan.




Hari berganti dengan cepat, tibalah saatnya persiapan pesta pernikahan dan untuk mengarungi bahtera rumah tangga.




Beberapa hari sebelum pesta pernikahan, calonnya pergi untuk menanyakan pengerjaan gaun pengantin yang masih berada di tempat si penjahit. Gaun tersebut masih tergantung di depan toko penjahit. Gaun tersebut mengandung makna kecantikan dan kelembutan. Tiada seorang pun yang tahu bagaimana perasaan Muha bila melihat gaun tersebut.




Pastilah hatinya berkepak bagaikan burung yang mengepakkan sayap putihnya mendekap langit dan memeluk ufuk nan luas. Ia pasti sangat bahagia bukan karena gaun itu, tetapi karena beberapa hari lagi ia akan memasuki hari yang terindah di dalam kehidupannya. Ia akan merasa ada ketenangan jiwa, kehidupan mulai tertawa untuknya dan ia melihat adanya kecerahan dalam kehidupan.




Bila gaun yang indah itu dipakai Muha, pasti akan membuat penampilannya laksana putri salju yang cantik jelita. Kecantikannya yang alami menjadikan diri semakin elok, anggun dan menawan.




Walau gaun tersebut terlihat indah, namun masih di perlukan sedikit perbaikan. Oleh karena itu gaun itu masih ditinggal di tempat si penjahit. Sang calon berniat akan mengambilnya besok. Si penjahit meminta keringanan dan berjanji akan menyelesaikannya tiga hari lagi. Tiga hari berlalu begitu cepat dan tibalah saatnya hari pernikahan, hari yang di nanti-nanti. Hari itu Muha bangun lebih cepat dan sebenarnya malam itu ia tidak tidur. Kegembiraan membuat matanya tak terpejam. Yaitu saat malam pengantin bersama seorang pemuda yang terbaik akhlaknya.




Si pemuda menelepon calon pengantinnya, Muha memberitahukan bahwa setengah jam lagi ia akan pergi ke tempat penjahit untuk mengambil gaun tersebut agar ia dapat mencobanya dan lebih meyakinkan bahwa gaun itu pantas untuknya. Pemuda itu pergi ke tempat penjahit dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi terdorong perasaan bahagia dan gembira akan acara tersebut yang merupakan peristiwa terpenting dan paling berharga bagi dirinya, demikian juga halnya bagi diri Muha.




Karena meluncur dengan kecepatan tinggi, mobil tersebut keluar dari badan jalan dan terbalik berkali-kali. Setelah itu mobil ambulans datang dan melarikannya ke rumah sakit. Namun kehendak Allah berada di atas segalanya, beberapa saat kemudian si pemuda pun meninggal dunia. Sementara telepon si penjahit berdering menanyakan tentang pemuda itu. Si penjahit mengabarkan bahwa sampai sekarang ia belum juga sampai ke rumah padahal sudah sangat terlambat.




Akhirnyai penjahit itu tiba di rumah calon pengantin wanita. Sekali pun begitu, pihak keluarga tidak mempermasalahkan sebab keterlambatannya membawa gaun itu. Mereka malah memintanya agar memberitahu si pemuda bahwa sakit Muha tiba-tiba kambuh dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit. Kali ini sakitnya tidak memberi Muha banyak kesempatan. Tadinya sakit tersebut seakan masih berbelas kasih kepadanya, tidak ingin Muha merasa sakit. Sekarang rasa sakit itu benar-benar membuat derita dan kesengsaraan yang melebihi penderitaan yang ia rasakan sepanjang hidupnya yang pendek.




Beberapa menit kemudian datang berita kematian si pemuda di rumah sakit dan setelah itu datang pula berita meninggalnya sang calon pengantinnya, Muha.




Demikian kesedihan yang menimpa dua remaja, bunga-bunga telah layu dan mati, burung-burung berkicau sedih dan duka terhadap mereka. Malam yang diangan-angankan akan menjadi paling indah dan berkesan itu, berubah menjadi malam kesedihan dan ratapan, malam pupusnya kegembiraan.




Kini gaun pengantin itu masih tergantung di depan toko penjahit. Tiada yang memakai dan selamanya tidak akan ada yang memakainya. Seakan gaun itu bercerita tentang kisah sedih Muha. Setiap yang melihatnya pasti akan bertanya-tanya, siapa pemiliknya.