Rabu, 06 Maret 2013

Kisah Nyata Pramugari dan Kakek Tua

Saya adalah seorang pramugari biasa dari china Airline. Karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap harinya hanya melayan...i penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.

Pada tanggal 17 juni yang lalu saya menjumpai suatupengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya. Hari inijadwal perjalanan kami adalah dari shanghai menuju peking, penumpang sangat penuh pada hari ini.

Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah karung tua, dan terlihatjelas sekali gaya desanya. Pada saat itu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang. Kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju, seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minum, ketika melewati baris 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung.

Kami menanyakan mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan menolak, kami hendak membantunya meletakkan karung tua di atas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkan duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengantegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit, dengan suara kecil dia menjawab bahwa dia hendak ketoilet tetapi dia takutapakah dipesawat boleh bergerak sembarang, takut merusak barang didalam pesawat.

Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang pramugara mengantar dia ketoilet, pada saat menyajikan minum yang ke dua kali, kami melihat diamelirik kepenumpang sebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakkan segelas minuman teh dimeja dia. Ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah, kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minuman kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.

Saat kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya. Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja dikota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat 3 di Peking. Anak sulung yang bekerja dikota menjemput kedua orangtuanya untuk tinggal bersama dikota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini orangtua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking. Anak sulungnya tidak tega orangtua tersebut naik mobil megitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama – sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri. Akhirnya dengan terpaksa disetujui dengan anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai oleh anak bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri, katanya jika ditaruhditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami membujuknya meletakkan karung tersebut diatas bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati – hati dia meletakkan karung tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidakmau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada kantongan kecil ? dan meminta saya meletakkan makanannya dikantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata seorang desa menjadi begitu berharga. Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri , perbuatan yang tulus tersebut benar – benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran berharga bagi saya.

Sebenarnya kami menganggap semua hal sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut menyembah kami, mengucap terima kasih bertubi – tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami didesa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak. Hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tau bagaimana mengucap terima kasih kepada kalian.

Semoga tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari lapangan terbang.

Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam – beragam penumpang saya sudah jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain – lain, tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan,hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambilmerangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia menerima makananyang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya.

Janganlah kalian memandang orang dari penampilan luar, tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.
 

"Kisah Arloji Yang Hilang"


"Kisah Arloji Yang Hilang"

Ada seorang tukang kayu ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu. Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya.

Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu. Teman-teman pekerja yang lain juga turut membantu mencarinya namun sia-sia saja, arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan.

Tibalah saat makan siang. Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut. Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arloji itu, datang mendekati
tumpukan serbuk kayu tersebut. Ia menjongkok dan mencari. Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut. Tentu si tukang kayu itu amat gembira.

Namun ia juga heran, karena banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Tapi anak ini cuma seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu. “Bagaimana caranya engkau mencari arloji ini ?”, tanya si tukang kayu.

"Saya hanya duduk secara tenang di lantai. Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi tik-tak, tik-tak. Dengan itu saya tahu di mana arloji itu berada”, jawab anak itu.

Pesan Moral:
Keheningan adalah pekerjaan yang paling sulit dilakukan selama hidup. Sering secara tidak sadar kita terjerumus dalam seribu satu macam ‘kesibukan dan kegaduhan’. Ada baiknya kita menenangkan diri kita terlebih dahulu sebelum mulai melangkah menghadapi setiap permasalahan..

RENUNGAN :)

Mengapa terlahir miskin? cacat? kaya? mengapa?
[Jangan Lupa Share jika Anda terinspirasi]

Mengapa bisa terlahir di dalam keluarga ini? Bukan Keluarga yang lain?.....

Mengapa seseorang lahir dalam kehidupan yang miskin atau kaya?...

Mengapa bertemu dengan seseorang, berteman, berjodoh dan bahkan menikah..

Mengapa kondisi fisik seseorang sempurna atau bahkan ada pula yang cacat..

Mengapa ada yg hidup bahagia sejahtera, namun ada juga yang menderita, tertimpa musibah dan bencana..

"Ada sebab ada akibat..Semuanya terjadi bukanlah kebetulan saja"

Sesuai benih yg ditabur demikianlah para penabur akan menuai benih daripadanya.. (Dhammapada)

Setiap perbuatan kita di kehidupan ini entah baik atau jahat, diri kita sendirilah yg akan menerimanya kembali..

Bila tidak dalam kehidupan kali ini maka di kehidupan yg akan datang..

Seseorang yg telah mengetahui kebenaran ini tidak akan ada niat untuk menyakiti mahkluk hidup apapun di sekitarnya, karena dia tahu bahwa segala perbuatan yg dilakukan olehnya akan kembali juga kepada dirinya sendiri..

Sesuai hukum kekekalan energi, energi hanyalah berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lainnya, seperti itulah energi perbuatan kembali lagi pada bentuk lainnya di suatu masa.

Kammasaka.. "Semua mahkluk mewarisi karmanya sendiri"

Bila ingin melihat kehidupan masa lalu sebelum kelahiran ini, lihatlah kehidupanmu saat ini..

Bila ingin mengetahui kehidupanmu di kehidupan yang akan datang, lihatlah apa yg telah dilakukan oleh dirimu pada kehidupan kali ini..

"Jangan berbuat jahat, sucikan hati dan pikiran..itulah inti ajaran Buddha"

Note:
Apabila anda tidak sepaham, ambillah nilai kebaikannya saja apabila ada nilai baik yang anda rasakan dalam renungan ini, apabila tidak ada maka abaikan saja.

Semoga semua mahkluk terbebas dari penderitaan dan marabahaya..

Semoga semua mahkluk terbebas dari dendam dan bencana

Mahkluk apapun juga baik yang terlihat maupun tidak terlihat, di seluruh penjuru alam semesta.

"Semoga semua makhluk berbahagia"
"Sabbe satta bhavantu sukhitatta"
สัพเพ สัต ตา ภะ วัน ตุ สุขิตัต ตา

Sumber: http://www.artikelbuddhis.com/2013/03/mengapa-terlahir-miskinkaya.html








Senin, 04 Maret 2013

KASUS PEMBUNUHAN YANG TIMBUL AKIBAT HUKUM KARMA (TAIWAN)

Nenek itu bernama Tan Bi-Gwat, kelahiran Eng-Jun di Propinsi Hokkian, berusia 66 tahun, bersama putranya beliau tinggal di luar kota Ki Liong.
“Hwatsu,” nenek Tan Bi Gwat mulai berkisah, “aku ini perempuan malang yang selalu hidup menderita, pada usia 23 tahun, aku ikut suami berlayar ke Taiwan dan mencari nafkah di sini. Beberapa tahun lamanya suamiku bekerja keras dan berat untuk membiayai hidup keluarga.
Hingga suatu hari suamiku jatuh sakit, meski sudah berobat ke mana-mana penyakitnya bertambah parah, tabungan kami yang sedikit akhirnya habis untuk biaya pengobatan, akhirnya suami saya meninggal dunia. Waktu itu aku berumur 33 tahun.
Di masa hidupnya suamiku adalah pekerja yang tekun dan rajin. Namun, situasi dan fasilitas kerja yang tidak memadai menyebabkan suamiku jatuh sakit dan tidak dapat terobati lagi.
Selama beberapa tahun, di samping harus merawat suami yang sakit, aku pun bekerja dan mengasuh putra-putriku yang masih kecil. Betapa sengsara kehidupan kami waktu itu. Syukur para tetangga dan kerabat kerja suamiku yang baik hati bergotong-royong membelikan peti mati dan membereskan penguburan jenasah suamiku, sehingga beban yang teramat berat ini terasa sedikit ringan.
Setelah suamiku tiada, aku dan kedua anakku terpaksa menumpang tinggal di rumah adik suamiku, padahal kehidupan keluarga mereka juga pas-pasan.
Dua tahun lamanya, kami tinggal berdesak-desakan di dalam rumah yang sempit dan reyot, beberapa lama kemudian aku merasa tak mungkin kami bertiga tinggal lebih lama lagi bersama mereka. Maka aku pun memutuskan untuk pindah ke tempat yang lain yang diberikan oleh bekas teman suamiku yang baik hati. Meskipun hanya berupa pondok emperan, di sini kami bertiga harus berjuang keras untuk mencari nafkah. Pada waktu itu, putraku berumur 10 tahun, terpaksa harus bekerja sebagai pembantu kuli bangunan di tambang batu bara, sedangkan putriku berkeliling kota menjajakan makanan kecil, sedangakan aku bekerja sebagai tukang cuci pakaian dan kerja serabutan lain untuk bertahan hidup. Berkat doa sepanjang hari, meski keadaan kami masih serba kekurangan, namun jauh lebih tentram dan bebas.
Adik suamiku sering berkunjung membawa oleh-oleh untuk kedua anakku, melihat pakaian anakku yang compang-camping, makan tidak kenyang, tidur tidak nyenyak, maka dia menganjurkan supaya untuk menikah lagi. Demi masa depan anak-anakku, akhirnya aku menerima sarannya setelah didesak berulang kali, atas inisiatifnya aku diperkenalkan dengan seorang laki-laki bernama Ui-Ciok Liang.
Akhirnya kami menikah, selama beberapa tahun kami hidup rukun dan tentram, karena aku tidak melahirkan anak lagi, maka suamiku amat menyayangi putra-putriku, dan di sisi lain kehidupan kami mulai meningkat, anak-anak juga mulai dapat bersekolah.
Sehingga aku merasa lega karena masa depan putra-putriku dapat terjamin.
Pada waktu itu, sebagai pengungsi menurut aturan aku dilarang menikah dengan penduduk setempat, maka dalam catatan kartu penduduk hubungan kami hanya dianggap sebagai “kumpul kebo” (samen leven) saja, secara hukum tidak dianggap sebagai suami istri yang resmi. Karena masalah kependudukan dan formalitas penikahan itu, suamiku mulai sering marah-marah dan gundah, padahal berbagai cara dan upaya sudah kami tempuh, akan tetapi urusan itu tidak pernah selesai juga.
Kebetulan kakak suamiku bekerja di kantor catatan sipil di kota, tahu tata hukum dan peraturan kependudukan, walaupun orang dalam ia tidak mampu membantu menyelesaikan masalah itu. Kemudian ia mengajurkan adiknya untuk bercerai dengan kami dan menikah lagi dengan perempuan lain.
Karena masalah yang tidak beres itu, tidak jarang suamiku ditertawakan oleh teman-temannya, “Sudah berapa tahun kamu hidup dengan ibu dan anaknya itu, tapi hukum tidak mengakui pernikahan kalian, hanya secara adat boleh dianggap sebagai “kumpul” saja. Kenapa kamu tidak menikah lagi saja dengan perempuan yang lebih muda?”
“Secara resmi aku memang bukan suami Bi-Gwat,” kata suamiku membalas ejekan temannya itu, “tapi aku bisa membuktikan bahwa aku bisa membereskan persoalan ini.”
Orang lain malah ikut-ikutan menghasut, “Dianjurkan menikah lagi, kamu kok malah tidak mau, padahal perempuan itu lo bukan istrimu secara resmi, lalu apa artinya kamu berkeluarga?”
Suamiku menjawab, “ Kalau terpaksa aku akan membunuhnya, aku tak rela bila dia menjadi istri orang lain.”
Pada tanggal 15 bulan 8, udara pada saat itu amat panas dan tidak enak, pada malam hari itu, aku melihat rona muka suamiku agak ganjil, maka aku waspada dan siaga, karena secara diam-diam ada orang yang memberitahu padaku bahwa suamiku akan membunuhku malam itu juga. Menjelang tidur aku berkata kepada suamiku, “Sudah beberapa tahun kita tinggal sebagai layaknya suami istri resmi, betapa rukun dan damai kehidupan saat ini, masalah kependudukan dan pernikahan itu kan tidak perlu kita risaukan? Lalu apa alasannya kamu sering marah dan menyalahkannku? Ada orang yang mengatakan bahwa engkau akan membunuhku, apa benar demikian?”
“Ah jangan percaya omongan orang lain,” demikian keluh suamiku, “mereka hanya mengodamu saja, bukankah aku mencintaimu dan kau juga mencintaiku? Anak-anak juga saya pada aku, kenapa aku harus membunuhmu? Jangan hiraukan omongan orang.”
“Aku pun berpikir demikian, anak-anak patuh dan hormat padamu, soal resmi tidak pernikahan kita, kenapa harus dirisaukan?”, demikian bujukku.
Karena masalah itu telah aku bicarakan dari hati ke hati, aku merasa tidak ada gejala yang menguatirkan, selanjutnya hidup ini akan terasa lebih tentram dan damai. Dalam beberapa waktu, masalah itu tidak aku pikirkan lagi.
Pada tanggal 25 tengah malam, entah kenapa sewaktu kita semua sudah tertidur dengan lelap, mendadak aku terjaga dari tidurku dan kulihat suamiku menghunus sebilah pedang samurai, sambil bergelak tawa yang beringas secara membabi buta ia menusuk dan membacok perut, dada, pundak, kaki, tanganku, perutku tertusuk bolong dan sobek, isi perutku kedodoran keluar, sebagian malah ada ususku yang putus berceceran di lantai akibat amukan amukannya yang kalap. Entah kenapa, aku tidak merasa sakit sama sekali, tidak pingsan dan tidak berusaha lari untuk menyelamatkan diri.
Di tengah gelak tawanya yang beringas ia berkata, “Membabat rumput itu harus seakar-akarnya. Satu pun tidak boleh ada yang ketinggalan.”
Putriku yang waktu itu berusia 14 belas tahun juga diserang hingga terluka parah, dalam usahanya untuk melarikan diri sambil menjerit ketakutan, ia terjungkal jatuh dari loteng, dan nyawanya tidak dapat tertolong lagi. Melihat ibu dan kakaknya yang mati terbunuh, putraku berdiri terkesima di atas loteng, tanpa menghiraukan keadaanku sendiri, aku berteriak menyuruhnya untuk melarikan diri. Namun, suamiku mengejarnya ke atas dan dan hendak membunuhnya pula, aku mencegah dan berusaha merebut samurai dari tangannya, jari-jari tangan kananku putus karenanya. Untung putraku lolos dari maut dan ditolong oleh para tetangga yang berdatangan setelah mendengar keributan ini. Melihat banyak orang bedatangan ke rumahnya, suamiku berusaha bunuh diri dengan menusukkan samurai ke tubuhnya, akan tetapi lukanya tidak parah, polisi yang mendapat lapran itu datang dan memborgolnya.
Waktu itu aku tidak memperdulikan keadaaanku sendiri, yang kukuatirkan hanya keselamatan putra-putriku, seorang tetanggaku membujukku, “Coba kaulihat dirimu sendiri, badanmu penuh dengan lukua dan lukamu amat parah. Anak-anak sudah selamat kok tidak perlu kamu kuatirkan.”
Mendengar ucapan itu, hatiku merasa lega, rasa sakit tak dapat lagi aku tahan lagi, badan menjadi lemas lunglai, rasanya aku kehabisan banyak darah, akhirnya aku pun ambruk dan tak sadarkan diri. Polisi segera membawaku ke rumah sakit di kota untuk memperoleh pertolongan. Pada waktu itu, rumah sakit swasta di kota tidak mau menerima diriku.
Karena sudah empat jam luka-luka di tubuhku belum terawat, jangan kata dijahit ataupun dioperasi, diobati juga belum, tuibuhku berlepotan darah, keadaanku waktu itu sedang dalam kritis. Celakanya rumah sakit baru buka dan mau menerima pasien setelah jam 7 pagi, kira-kira jam sebelas siang, administrasi baru selesai dibereskan, aku akhirnya digotong ke kamar operasi, dokter lalu menjahit dan mengoperasi luka-luka di tubuhku.
Direktur rumah sakit datang menjenguk keadaaanku, sebagai ahli dokter bedah ia juga sibuk menolongku, operasi dilakukan beberapa jam, aku harus menjalani transfusi darah, perutku yang bolong dioperasi dan dijahit, sebagian usus ada yang putus harus dipotong dan dibuang, sebagian lagi malah ada yang membusuk. Keadaanku amat gawat, dokter menilai dengan kondisiku waktu itu, jiwaku tak mungkin dapat ditolong lagi, maka operasi diselesaikan secara terburu-buru, isi perut yang kedodoran keluar dimasukkan begitu saja lalu dijahit secara kasar, maklum mereka beranggapan hidupku tinggal beberapa jam lagi.
Malam harinya, aku dipindah ke kamar mayat untuk menunggu ajal, kebetulan suamiku yang mencoba bunuh diri dengan luka-luka yang tidak terlalu parah, disekap di kamar sebelah, samar-samar seseorang bertanya kepadanya, “Kenapa kau ingin membunuh istrimu?” suamiku menjawab, “Perempuan itu bejat! Kotor dan jahat! Maka aku pun membunuhnya. Apakah wanita itu dapat tertolong?” lalu orang itu menjelaskan, “Mana mungkin dapat tertolong. Dokter mengatakan bahwa tengah malam nanti jiwanya pasti akan melayang.” Maka suamiku menyampaikan pesan kepada suster tadi, untuk memberikan kabar lagi besok pagi. Dari nada bicaranya aku merasakan bahwa laki-laki itu tidak menyesal sedikitpun, malam itu tidak terdengar lagi ocehannya, mungkin sudah tertidur pulas dan mimpi indah, hasratnya sangat besar untuk membunuhku.
Meski aku dalam keadaaan sekarat, pembicaraan mereka dapat kudengarkan dengan jelas, betapa pedih dan dendam hatiku mendengar tuduhan suamiku yang kejam itu, rasanya aku ingin mengaruk putus benang jahitan operasiku biar aku lekas mati, sayang tenagaku tak mampu aku kerahkan, jari tanganku pun tak mampu aku gerakkan, terpaksa aku hanya menanti ajal.
Waktu suster dinas malam datang, rekannya yang tiba saatnya istirahat memberitahau, “Ada pasien perempuan di kamar sebelah, menurut dokter jiwanya tak dapat tertolong lagi diperkirakan menjelang tengah malam ajalnya akan tiba, dokter berpesan agar engkau memperhatikan keadaannya, kapan dia menghembuskan nafas terakhirnya, secara tepat dibuatkan laporan.” Beberapa waktu kemudian, suster yang dinas malam pulang ke rumahnya mengajak suaminya sebagai teman jaga malam, menunggu ajalku.
Aku tahu ajalku tidak lama lagi, aku penasaran, aku merasa menyesal, hidupku sangat menderita dan sengsara, jiwaku seperti tidak berharga lagi. Suster yang mengajak suaminya jaga malah tertidur pulas, tidak menuaikan kewajibannya sebagaimana semestinya, kalau sewaktu-waktu jiwaku melayang, entah bagaimana dia akan bertanggungjawab. Setengah jam menjelang tengah malam, lahir batinku mendadak menjadi jernih, tiba-tiba teringat olehku akan dewi Kwan Im yang welas asih dan selalu menmberi pertolongan pada umatnya. Sejak kecil aku adalah seorang umat buddhis yang saleh dan selalu rajin sembahyang, aku pun memejam mataku dan mulai berdoa secara terus-menerus, secara tidak terduga, terjadilah keajaiban, samar-samar aku merasakan adanya perubahan di kamar mayat itu, waktu aku sedikit membuka mataku, tidak kudapatkan lagi orang di kamar itu, namun cahaya cemerlang membuat kamar mayat itu terang benderang, sekonyong-konyong tampak Dewi Kwan Im muncul dan berada di pinggir pembaringanku, di belakangnya tampak berbaris beberapa bayangan orang, semua bersikap khidmad menunduk membaca doa, Dewi Kwan Im memegang selembar daun pisang yang diangsurkan kepadaku.
Aku pun merasa heran, kenapa daun pisang diberikan kepadaku, lalu Dewi Kwan Im menjelaskan kepadaku, “Ini bukan daun pisang, tetapi pusaka yang tidak terdapat di dunia, bentuknya memang mirip daun pisang di dunia.” Begitu aku menerima pusaka mirip daun pisang itu, seketika aku merasa deritaku banyak berkurang. Samar-samar aku masih ingat seperti menginggau sendiri, “Oh tidak ada di dunia, syukurlah.” Lalu aku tidur pulas dengan tenang. Keesokan pagi harinya, segala derita tidak kurasakan lagi, bukan saja ajalku tidak tiba tengah malam tadi, keadaanku malah lebih segar, tenang dan sadar, namun tubuhku masih terasa lemas.
Pada hari ketiga, rumah sakit itu menjadi geger, dokter spesialis yang diutus Departemen Kehakiman di Taipe segera datang, lima orang dokter memeriksaku secara bergiliran lalu mengoperasiku lagi. Maklum secara medis belum pernah ada pasien yang terluka seperti kondisiku dapat bertahan hidup dari waktu yang diperkirakan pihak rumah sakit. Kenyataanya aku terus bertahan hidup hingga beberapa hari lagi, kasus ini mengemparkan kalangan kedokteran dan masyarakat. Walikota Ki Liong menyempatkaj waktunya untuk datang menjengukku serta menghiburku, “Dulu engkau pasti pernah melakukan kebaikan, maka dewa melindungimu. Ditinjau kondisimu saat ini, mustahil kalau orang biasa dapat hidup. Kenyataannya kamu masih hidup, agaknya rejekimu besar sekali.”
Mendengar ucapan walikota aku menjadi terharu dan menangis sesengukan, terbayang olehku betapa menderitanya hidupku selama ini, suami mati keluarga berantakan, kapan aku pernah menerima rejeki sebesar ini?
Walikota lalu menghiburku lagi, “Sebagian usus dan perutmu sudah membusuk, kau tidak boleh banyak bergerak, jangan sedih putra-putrimu sudah tertolong dan selamat.”
“Jangan membohongiku,” kataku sedih, “aku tahu putriku telah meninggal dan telah diperabukan.”
“Syukurlah kalau kau sudah tahu, agaknya putrimu tidak punya rejeki sebesar dirimu, dengan uang pribadiku akan kubayar seluruh biaya pengobatanmu. Dokter memberitahuku, orang yang perutnya bolong dan usus kedodoran yang membusuk, jiwanya tak mungkin dapat diselamatkan lagi. Tapi engkau tidak mati, kejadian ini sungguh sangat aneh, aku yakin rejekimu memang besar.”
Walikota betul-betul menepati janjinya, semua biaya pengobatan di rumah sakit itu telah dilunasi semua, waktu pulang aku diberi oleh-oleh dan uang, setiap Sin Cia (Tahun Baru Imlek) beliau selalu mengirim kado untuk kami berdua sebagai ucapan selamat.
Beberapa hari kemudian, keadaaanku berangsur-angsur membaik, kudengar suamiku bertanya pada suster, “Tengah malam yang kemarin, apa wanita jahat itu sudah mampus?”
Suster yang dinas malam itu menjawab, “Sungguh sangat aneh, bukan saja tidak mati, ia malah sembuh lebih cepat dibanding orang lain, keliatannya tidak kesakitan lagi.”
Suamiku mengertak gigi, suaranya terdengar geram, “Hm, agaknya aku gagal membunuhnya, lain kali akan kupenggal kepalanya, kalau leher sudah putus apa dia masih bisa hidup?”
Kuatir suamiku berbuat jahat lagi, pihak rumah sakit memborgol kaki dan tangannya. Entah dari siapa ia tahu bahwa kamarku akan dipindahkan ke lantai dua besoknya, dengan geram ia berkata, “Pisau aku tidak punya, tapi dengan borgol besi ini aku dapat memukul hancur perut dan dadanya, buktikan saja apa dia masih dapat hidup?”
Pada suatu hari keadaan sepi, diam-diam suamiku naik ke lantai dua untuk mencari kamarku, untung sebelum berbuat jahat dia kepergok penjaga lalu menghajarnya jatuh ke bawah loteng, sejak saat itudia diisolir dalam kamar tersendiri. Setelah sembuh, suamiku diajukan ke meja hijau dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Setelah sembuh, aku akhirnya pulang ke rumah, siang malam aku tak lupa berdoa atas apa yang telah aku terima saat ini, sejak mengalami musibah itu aku merasa semakin merana, sedih, dan sering berkeluh kesah kenapa musibah itu menimpa diriku? Aku berpikir sejak kecil aku tidak pernah melakukan kejahatan, kenapa aku harus mengalami penderitaan dan sengsara? Yang paling kasihan adalah putriku yang ikut menjadi korban.
Keliataannya aku sudah sembuh dan boleh pulang, tapi karena dokter tidak bekerja secara cermat waktu mengoperasi perutku, meletakkan isi perut tidak pada posisi semula, kondisi badanku menjadi tidak normal, ada bagian perut yang menonjol, ada bagian yang kosong, setiap habis makan ataupun sedang batuk, bagian perut yang dioperasi terasa sakit, demikian pula saat tidur, saat membalikkan badan, isi perutku bergerak naik turun pindah posisi, sungguh sangat menyiksa sekali. Karena tidak tahan aku pun kembali ke rumah sakit, dokter yang memeriksa menjelaskan, “Waktu itu, para dokter yakin jiwamu tidak dapat tertolong lagi, maka isi perutmu tidak dikembalikan pada posisi semula.” Akihat dari keteledoran dokter, aku harus menjalani tiga kali operasi besar dan tiga belas kali operasi kecil. Pada umumnya, orang yang menjalani operasi sebanyak itu jiwanya susah diselamatkan.
Mungkin karena aku orang miskin, orang dusun lagi, badanku dijadikan alat percobaan dan permainan lagi, beberapa kali perutku dibedah dan dijahit sembarangan. Ahh,,, Betapa menderitanya aku kala itu.
Suatu hari, seperti biasa aku berdoa dengan khidmat, mendadak aku jatuh dan pingsan. Dalam keadaan tidak sadar itu, aku mendapat diriku seorang pemuda yang menyandang panah dan busur sedang berburu di tengah hutan, ditemani dengan seorang pembantu yang membawa parang. Di hutan pemuda itu melihat seekor orang utan yang bertengger di atas pohon, ia kemudian membidikkan panah ke arah orang utan itu, orang utan itu pun jatuh terpanah dari atas pohon, meski orang utan itu terluka akan tetapi tidak mati seketika, maka pembantu itu memburu ke sana, orang utan itu ditusuk dan dibacoknya dengan parang hingga mati. Bebeapa waktu kemudian, datang lagi orang utan yang lebih besar hendak menuntut balas kematian anaknya, pemuda itu lari terbirit-birit ketakutan dikejar orang utan besar itu, sampai di pinggir sungai ia terpaksa terjun ke dalam air, orang utan itu juga terjun ke air serta mencekik leher pemuda itu….
Kemudian aku pun siuman, aku pun duduk dan berpikir sejenak apa yang telah aku alami barusan. Akhirnya aku pun tersadar bahwa tadi aku diberi petunjuk, bahwa hidupku di masa lalu adalah seorang pemuda, putriku adalah seorang pembantu, sedang orang utan tadi adalah suamiku. Aku melukainya dengan bidikan panah, sedang pembantuku membunuhnya dengan parang.
Setelah mengalami kejadian itu, aku pun sadar dalam kehidupan masa lalu, sebagai pemburu binatang, entah berapa banyak jiwa yang tidak bersalah melayang di tanganku, maka pada kehidupanku saat ini aku selalu menderita dan sengsara, semua ini adalah akibat dari hukum karma sebab akibat. Semenjak itu, aku pun selalu berdoa dan melakukan kebaikan.
Dari cerita di atas, kita dapat memetik sebuah pelajaran bagi diri kita, agar kita harus selalu untuk berdoa (sesuai dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing) dan hendaknya kita selalu melakukan kebaikan bagi semua makhluk hidup dan sesama kita…
Agar hidup kita pun bahagia tanpa adanya perasaan dendam, benci, permusuhan…

Renungan :)

Saat bertemu dgn org yg benar2 engkau kasihi,haruslah berusaha memperoleh kesempatan utk bersamanya seumur hidupmu.
Karena ketika dia telah pergi,segalanya telah terlambat.

Saat bertemu teman yg dapat dipercaya, rukunlah bersamanya.
Karena seumur hidup manusia,teman sejati tak mudah ditemukan.

Saat bertemu penolongmu, Ingat utk bersyukur padanya. Karena dialah yg mengubah hidupmu.

Saat bertemu ...org yg pernah kau cintai, ingatlah dgn tersenyum utk berterima kasih. Karena dialah org yg mebuatmu lebih mengerti tentang kasih.

Saat bertemu org yg pernah kau benci, sapalah dgn tersenyum.
Karena dia membuatmu semakin teguh dan kuat.

Saat bertemu org yg pernah mengkhianatimu, baik2lah berbincang dengannya. Karena jika bukan karena dia, hari ini kau tak memahami dunia ini.

Saat bertemu org yg tidak dikenal, pancarkanlah cinta kasih. Karena saat kau melakukannya, bukankah bahagia?

Saat bertemu org yg tergesa2 meninggalkanmu, Berterimakasihlah bhw dia pernah ada dlm hidupmu. Karena dia adalah bagian dari masa lalumu.

Saat bertemu org yg pernah salah paham padamu, gunakan saat tsb utk menjelaskannya. Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan.

Saat bertemu org yg saat ini menemanimu seumur hidup, berterimakasihlah sepenuhnya bhw dia mencintaimu. Karena saat ini kalian mendapatkan kebahagiaan dan cinta sejati.

Saat membaca artikel ini,
Renungkanlah...
Suatu saat semua yg kita miliki harus DILEPASKAN... Karena di Dunia ini TAK ADA yg KEKAL dan ABADI O:).

Kisah Nyata tentang Hukum Karma

Kisah Nyata tentang Hukum Karma
Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia
Semoga semua makhluk menyadari Hukum Karma.
Keluarga Kera.. (Kisah Nyata)

Sebuah yayasan Fu Lik di Thailand terdaftar sebuah keluarga yg membutuhkan bantuan dalam jangka panjang, disebut dgn keluarga kera. Mereka bertempat tinggal di Thailand Selatan Sulathani, dan laporan ini ditul...is oleh biksu Phai Chiu TaSe, kepala vihara yg bertempat tinggal berdekatan dgn keluarga kera tsb.
Ada satu kelompok dr yayasan bertugas untuk memeriksa setiap laporan yg masuk. Di Thailand ada 76 tempat, tidak peduli dekat atau jauh, begitu mendapatkan laporan, paling lambat 1 minggu harus memberikan laporan akurat, dan setelah itu baru memberi bantuan. Beberapa tahun ini yg memohon bantuan makin lama makin banyak, kali ini saya ditugaskan ke Sulathani untuk memeriksa keluarga kera ini.

Keluarga kera ini terdiri dari seorang ibu yg telah menjanda bernama Niang Lien berusia 47 tahun, bekerja sebagai pemotong rumput di sawah dan harus merawat serta menjaga anak. Anak tertuanya adalah seorang perempuan yg berumur 2tahun, dari umur 10thn tiba-tiba matanya buta, selama 12tahun ini melalui hari-hari yg tidak disertai terang sedikitpun. Anak ke 2a, 3 dan 4 smuanya laki-laki, yg berumur 19, 17 dan 15tahun. Tiga anak ini begitu lahir sudah seperti kera, tidak suka memakai baju, dan suka memanjat pohon mengambil buah-buahan untuk makanan sehari-hari, tidak suka makan nasi, semuanya hanya bisa…in.. in .. ya..ya..sama sekali tidak bisa bicara, dan tidak bisa mengurus diri sendiri. Ketiga putranya yg sudah berumur 10 thn itu masih dimandiin dan disuapi ibunya. Satu keluarga 5 orang itu bergantung sekai dgn vihara yg terletak di sebelah rumahnya.

Sang Ibu karena harus memotong rumput di sawah jadi tidak bisa pergi jauh-jauh, karena dia harus menjaga 4 anaknya. Walaupun putrinya buta, namun masih bisa merawat diri sendiri. Sedangkan ketiga putranya idiot seperti kera, namun sang ibu tetap menyayanginya dan menjaga dengan penuh kasih saying. Setiap bulan hanya bekerja tidak lebih dari 10hari, karena harus tinggal di rumah untuk merawat dan menjaga anak-anaknya, dan melewati hari kadang lapar kadang kenyang. Vihara sangat berjauhan dgn kota, sehingga jarang orang yg datang memberi sedekah dan di vihara tersebut hanya ada 3orang biksu, setiap pagi harus menempuh perjalanan yg jauh baru bisa mendapatkan sedekah. Kadang mendapatkan sedekah yg banyak, maka dibagikan kepada keluarga sebelah ini, namun ketiga biksu ini juga hidup dalam lapar dan kenyang, maka kepala vihara menulis permohonan bantuan kepada yayasan untuk membantu keluarga kera.

Setelah kita membuat laporan yg jelas, lalu memotret keadaan sana, barulah kembali ke vihara dan berbincang-bincang dgn biksu. Sang biksu berkata bahwa sudah mengenal keluarga kera ini 20tahun lebih lamanya, sebelum anak-anaknya lahir sudah mengenal suami istri tsb, mereka sebenarnya bekerja di perkebunan, dan mempunyai 30 hektar tanaman rambutan, setiap tahunnya ada pemasukan puluhan ribu bath.

Setiap kali musim rambutan, pasti datang banyak tupai, kelelawar dank era-kera yg suka makan buah-buahan. Paling banyak adalah tupai dan kelelawar, dalam waktu semalam bisa menghabiskan buahan di satu pohon tsb. Dan begitu bangun pagi hanya tinggal pohon kering yg tidak ada buahnya sama sekali. Orang yg tidak tinggal di perkebunan pastilah tidak percaya akan hal ini.

Maka orang perkebunan menggunakan beberapa cara, kadang lembur hingga malam dgn memakai senjata karet, atau di pohon memasang alat, begitu angin bertiup maka alat-alat saling bertabrakan dan mengeluarkan suara yg mengagetkan binatang pemakan buan itu. Namun beberapa hari kemudian, tupai yg nakal dan kelelawar yg cerdik mengetahui bhw ini adalah akal-akalan saja, tidak peduli memakai alat apa, hanya bisa menakuti mereka 2 atau 3 kali saja, selanjutnya mereka sudah tidak terkena jebakan lagi.

Orang-orang di perkebunan tsb sangatlah benci kpd kera, karena kera selain tidak mudah tertipu, juga mempunyai kebiasaan buruk yaitu setelah memakan kenyang buahan, masih mematahkan dan merusak tumbuhan yg masih kecil-kecil. Jika orang perkebunan berbuat salah sedikit pada kera, maka datanglah segerombolan kera merusak tanaman dan tumbuhan serta mencuri ayam atau bebek, akhirnya orang perkebunan pun menyerah.

Kira-kira sekitar 24 atau 25 tahun lalu, Niang Lien menikah dgn seorang pemuda yg bernama Nai Man Ye, kakek Nai Man Ye membagi warisan dan Nai Man Ye mendapatkan jatah 30 ha perkebunan rambutan, lalu didirikanlah sebuah rumah di dekatnya. Pengantin muda sering menangkap kera dan dibunuh lalu dipotong dan dimasak sebagai obat penambah tenaga, hal ini adalah menjadi kebiasaan orang di desa tsb. Pada suatu hari datanglah 2ekor kera merah, satu jantan dan satu betina, mungkin karena baru menikah tidak lama, maka mencuri masuk ke kamar Nai Man Ye yg masih pengantin muda juga. Sewaktu suami istri tidak ada di kamar, kera yg satunya mencuri jubah wanita, sdgkan kera yg satunya membuka laci dan mengambil bbrp lembar uang dan sertifikat tanah perkebunan, lalu melompat keluar jendela. Kebetulan Niang Lien masuk ke kamar melihatnya, dia sgtlah terkejut dan segera pergi ke perkebunan menceritakan kpd suaminya dan sama pulang ke rumah dan melihat kedua kera, Nai Man Ye menjadi sangat marah dan kesal, masuk ke kamar mengambil senapan panjang, lalu melepaskan tembakan dan 2kera yg nakal langsung jatuh tersungkur. Nai Man Ye mengangkat kera yg tersungkur di lantai itu dan dengan kejamnya menendang nendang dgn keras, kera nakal yg masih bernafas pd saat itu juga langsung menghembuskan nafasnya yg terakhir! Sejak saat itu Nai Man Ye sgt benci pd kera.

Nai Man Ye sudah mempunyai dendam yg sangat dalam pada kera-kera, maka dia menggunakan berbagai cara, menangkap kera hidup-hidup lalu dibunuhnya atau dengan menembaknya atau pula memukul dgn sekuat tenaga, tidak memberi ampun sedikitpun pada kera-kera itu. Pada awalnya dgn menangkap kera hidup lalu tangan dan kaki kera dipotong langsung dan kera digantung di pohon di bawah sinar matahari yg terik. Kera yg tlh dipotong tangan dan kakinya merasa sakit dan air mata mengalir terus, dijemur di bawah terik matahari yg terik, pelan-pelan pun mati dgn mengenaskan. Nai Man Ye melihatnya dgn sangat gembira, bahkan pernah suatu hari menangkap 2 atau 3 ekor kera dan menggunakan cara demikian membuat kera menderita.

Lalu keahlian nai Man Ye menangkap kera tersebar kemana-mana, ada sekelompok orang ingin membeli kera hidup dengan harga tinggi, dengar2 akan dijual di Hongkong sbg makanan bertambah tenaga pada orang berduit-makan otak kera. Sejak saat itulah Nai Man Ye berganti profesi, melepaskan pekerjaan perkebunannya menjadi penangkap kera hidup, pemasukan uangnya pun lebih banyak drpd menanam rambutan.

Tiga tahun setelah menikah Niang Lien barulah melahirkan seorang anak perempuan, di umur 10thn kedua matanya menjadi buta dan agak sedikit bodoh. Lalu tahun berikutnya melahirkan seoragn anak laki-laki yg mirip dgn kera, seluruh tubuhnya dipenuhi oleh bulu-bulu, sampai umur 10thn masih belum bisa berbicara, dan tidak mau memakai baju, tdk suka makan nasi, lebih senang memanjat pohon mengambil buahan utk dimakan. Anak ke3 dan 4 juga sama dgn seekor kera. Nai Man Ye sedih dan jatuh sakit, hanya terbaring di atas ranjang beberapa tahun lamanya, menghabiskan banyak uang untuk mengobati penyakitnya, sampai akhitnya menjual tanah perkebunan untuk membeli obat-obatan, sampai uang habis dan selalu mengeluarkan suara seperti kera, beberapa tahun kemudian barulah meninggal dunia. Dan meninggalkan hutang ini untuk istrinya Niang Lien, hingga harus memikul beban dan tanggung jawab sampai saat ini.

KUTIPAN : KISAH NYATA HUKUM KARMA DI ZAMAN MODERN

Melakukan hal terbaik untuk orang tua

Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League.... Luke bukanlah seorang pemain yang hebat.

Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak. Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah.

Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun. Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.

"Aku tidak akan menikah lagi," kata Sherri kepada ibunya. "Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia". "Kau tidak perlu menyakinkanku," sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. "Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya."

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu, Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri.

"Pelatih", panggilnya.
"Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?"

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

"Tentu," jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke.
"Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu."

Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan.

"Pertandingan yang sangat mengagumkan," katanya kepada Luke.
"Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yang membuatmu jadi begini?"

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata

"Pelatih, ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik akibat kecelakaan itu. Minggu lalu,...... Ibuku meninggal." Luke kembali menangis.

Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata

"Hari ini,.......hari ini adalah pertama kalinya kedua orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan mereka.......". Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak..... Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke.

Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya............ Luke baru saja kehilangan seorang Ibu yang begitu mencintainya........

Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya, membahagiakan mereka, membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal seumur hidupnya.

Renungan :

Mulai detik ini, lakukanlah yang terbaik utk membahagiakan ayah & ibu kita. Banyak cara yg bisa kita lakukan utk ayah & ibu, dgn mengisi hari-hari mereka dgn kebahagiaan. Sisihkan lebih banyak waktu untuk mereka. Raihlah prestasi & hadapi tantangan seberat apapun, melalui cara-cara yang jujur utk membuat mereka bangga dgn kita. Bukannya melakukan perbuatan-perbuatan tak terpuji, yang membuat mereka malu.

Kepedulian kita pada mereka adalah salah satu kebahagiaan mereka yang terbesar. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk membahagiakan ayah dan ibunya.

Bagaimana dengan Anda?
Berapakah usia Anda saat ini ?
Apakah Anda masih memiliki kesempatan tersebut ?

~ KURA-KURA YANG BAWEL

Suatu ketika, di sebuah danau, hiduplah seekor kura-kura yang bawel. Kapan pun ia bertemu dengan hewan di sekitarnya, ia akan berbicara tanpa henti, sehingga membuat hewan-hewan lain bosan dan jengkel. Tak heran jika mereka selalu menghindari Kura-kura ini, sehingga ia sering kese...pian.

Untungnya, Kura-kura berteman dengan 2 ekor angsa yang selalu singgah ke danau tersebut sebelum melanjutkan perjalanan mereka. Kedua angsa itu sangat sabar mendengarkan pembicaraan sang Kura-kura. Sampai saatnya kedua ekor angsa itu akan terbang ke tempat lain, Kura-kura menangis dan ingin ikut pergi.

"Andai saja aku bisa ikut bersama kalian....." Kata Kura-kura sambil menangis sedih. "Kura-kura sayang, jangan sedih. Kami akan membawamu, asal engkau berjanji satu hal."

"Ya, ya! Saya berjanji. Kura-kura tak pernah ingkar janji. Pernah saya berjanji pada kelinci....." Kura-kura bercerita panjang lebar selama satu jam. Para angsa segera berkata sebelum Kura-kura mulai berbicara lagi, "Kura-kura, kamu harus berjanji menutup mulutmu."

"Gampang!" Kata Kura-kura bawel. "Saya mampu kok menutup mulut. Sebenarnya saya jarang sekali berbicara lho. Saya pernah......" Kura-kura terus berbicara lagi salama satu jam, dan ketika ia diam untuk menarik nafas, sepasang angsa itu segera menyuruhnya menggigit bagian tengah dari sepotong kayu panjang dan memastikannya tetap menutup mulut.

Kedua angsa itu menggigit ujung-ujung kayu dengan paruh mereka dan kemudian mereka bertiga pun membubung ke angkasa. Inilah pertama kali dalam sejarah, Kura-kura terbang!

Kura-kura merasa dirinya sangat hebat, ia bisa terbang dan melihat seluruh isi bumi dari angkasa. Semua berjalan lancar-lancar saja sampai mereka melintasi sebuah sekolah. Seorang anak laki-laki tanpa sengaja mendongak ke langit. "Hei!" Serunya kepada teman-temannya, "Ada kura-kura aneh terbang." Mendengar itu, Kura-kura tak dapat menahan dirinya, "Aneh Apaan?"

"Brraakk!" terdengar suara keras saat tubuh Kura-kura menghantam tanah. Dan itulah suara terakhir yang dia ucapkan. Kura-kura bawel itu akhirnya tewas karena ia tak mampu menutup mulutnya pada saat yang benar-benar diperlukan.
(Jataka 215, Fabel Jataka, penerbit Moral Intelligence)

YU YUAN GADIS KECIL PENDERITA LEUKIMIA BERHATI MALAIKAT

"Kisah Nyata, Yu Yuan Gadis Kecil Penderita Leukemia Berhati Malaikat"
 
Kisah ini terjadi pada tahun 2005 seorang gadis kecil di China yang menderita penyakit leukemia ganas, tetapi mempunyai hati bak seorang malaikat. Setelah mengetahui pe...nyakitnya tidak dapat disembuhkan lagi, ia rela melepaskan semuanya dan menyumbangkan untuk anak-anak lain yang masih punya harapan serta masa depan.

Sebuah kisah nyata tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah “Saya pernah datang dan saya sangat penurut”. Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia.

Dia membagi dana tersebut menjadi tujuh, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya. Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya.

Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12. Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal.

Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “Saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”. Kemudian, papanya memberikan dia nama Yu Yan. Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh.

Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa. Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain.

Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia.

Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengeluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa.

Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya.

Dengan berbagai cara meminjam uang ke sanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli. Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih.

Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”. Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini”.

Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai ke seluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini.

Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang. Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan, tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.

Ada seorang teman di-email bahkan menulis: Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta. Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup.

Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat.

Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perempuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.

Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan. Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah.

Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah. Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudian berkata : “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itupun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.”

Fu Yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri.

Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan. Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong.... dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar.

“Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh”.

Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya. Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya.

Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.

Di kecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumpuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah……………” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa-mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Di depan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. “Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan, kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”.

Sumber: Internet

  

"aku memaafkan kamu"

Memaafkan orang yang pernah menyakiti kita akan membuat kita semakin KUAT. Jika kita dihina maka kita hanya perlu menahaan hinaan mereka selama beberapa waktu, tapi mereka akan menanggung keburukan perbuatannya seumur ...hidup.

Kisah berikut adalah kisah nyata dari Afrika Selatan.

Selama bertahun-tahun, orang kulit putih di sana melakukan banyak kekejian pada kaum kulit hitam. Saat Apartheid berhenti dan Nelson Mandela menjadi Presiden Afrika Selatan, beliau tidak menuntut balas.

Sebaliknya ia mendirikan sebuah komisi, yaitu Truth and Reconciliation Commission (Komisi Kebenaran dan Rujuk Damai). Pihak mana pun yang telah melakukan kejahatan bisa mendatangi komisi itu, mengakui semua kesalahan dan keburukan yang pernah dilakukannya, dan ia akan diberi pengampunan walau seburuk apa pun itu.

Suatu hari, seorang polisi mengakui bagaimana dengan kejinya ia menyiksa mati seorang aktivis kulit hitam, dilakukan di hadapan istri aktivis yang telah meninggal itu. Polisi itu gemetar ketakutan saat mengakuinya dan merasa bersalah sepanjang hidupnya.

Setelah selesai, si janda bangkit dan berlari ke arah polisi itu. Polisi itu berpikiran si janda akan membunuhnya sebagai balas dendam. Namun sebaliknya, si janda memeluk si polisi sambil berkata "Aku memaafkan kamu".

Jika si perempuan itu bisa memaafkan pembunuh suaminya, tidakkah kita bisa mengampuni kesalahan lebih kecil yang dilakukan pada kita?

Apa pun yang dilakukan oleh orang kepada kita, tugas kita adalah memaafkan mereka, biarlah karma yang menegakkan keadilan.

Jika saja orang-orang bisa saling memaafkan, maka dunia akan bebas dari konflik dan peperangan.

Story By Ajahn Brahm (Penulis Buku Si Cacing Dan Kotoran Kesayangannya)
 

"Penyemir Sepatu Sumbang Rumah Sakit Rp.1,9 Milliar"


 Seorang penyemir sepatu memberi sumbangan untuk rumah sakit anak di Pittsburgh sebesar 200.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,9 miliar.

Dana itu terkumpul dari tip yang dia terima selama le...bih dari 30 tahun bekerja. Albert Lexie mengatakan, dia mulai menyemir sepatu sejak tahun 1950-an dan pindah ke rumah sakit anak Pittsburgh sejak 1980-an.

Saat ini dia memasang harga sebesar 5 dollar AS (Rp 48.000) untuk setiap sepatu yang disemir. Biasanya dia menerima tip sebesar 1-2 dollar AS. Pernah seorang dokter memberinya tip 50 dollar AS (Rp 480.000) saat Natal. Dokter lain, Joseph Carcillo, mengatakan, Lexie menyumbangkan lebih dari sepertiga penghasilan selama hidupnya. Indahnya berbagi....

Sumber: http://internasional.kompas.com/read/2013/02/22/08362127/Penyemir.Sepatu.Sumbang.Rumah.Sakit.Rp.1.9.Miliar

"HANYA KAMU YANG BERHARGA DAN KU SAYANG"

 
Dalam sebuah rumah mewah, hiduplah sepasang suami istri. Mereka sangat harmonis, rezekipun sudah berlimpah dan sudah meraih kehidupan yang mapan.

Namun setelah 10 tahun menikah mereka belum ...juga dikarunia seorang anakpun. Mereka benar-benar saling mencintai, tetapi karena desakan berbagai pihak akhirnya si suami setuju untuk menceraikan istrinya karena dianggap tidak mampu memberinya seorang anak sebagai pewaris. Setelah berdebat lama & cukup sengit, si istri yang terluka hatinya akhirnya menyerah.

Melalui percakapan berkali-kali dengan berat hati orang tua mereka menyetujui dengan syarat, sebelum bercerai mereka harus mengadakan pesta perpisahan layaknya pesta pernikahan mereka dulu.

Maka pesta megah pun diselenggarakan, pesta yang tidak membahagiakan siapapun. Si Suami tampak tertekan dan meneguk anggur sampai mabuk berat, sementara si istri sesekali menghapus air matanya.

Disaat tak terduga si suami yang mabok dengan lantang berkata, "Istriku, saat kau pergi nanti, semua barang berharga atau apa pun yang kau sukai dan kau sayangi, boleh kau bawa dan menjadi milikmu!" Setelah berkata demikian ia kembali meneguk anggur sampai tak sadarkan diri.

Keesokan harinya dengan kepala berat si suami terbangun dan sadar bahwa ia tidak tidur di kamarnya. Ia tidak mengenali kamar itu selain sosok yang sudah dikenalnya bertahun-tahun disampingnya, yaitu istrinya. "Ada di manakah kita? Apakah aku masih mabuk & bermimpi?" Dengan penuh cinta si istri menjawab, "Kita di rumah orang tuaku. Tadi malam, didepan para tamu kamu mengatakan bahwa aku boleh membawa apa saja yang kusayangi. Di dunia ini tidak ada yang lebih berharga & kusayangi dengan sepenuh hatiku selain kamu. Karena itu kamu kubawa kemari kerumah orang tuaku"

Si suami termenung dan segera menyadari betapa besar rasa sayang istrinya itu , lalu ia memeluk istrinya, "Maafkan aku sayang, karena aku berpikir dan bertindak bodoh dan tidak menyadari dalamnya cintamu padaku. Walau aku telah menyakitimu dan ingin menceraikanmu, tetapi kau malah membawaku bersamamu".

Pesan Moral:
Dalam sebuah pernikahan, seorang suami harus lebih mengasihi istri daripada keinginan untuk menginginkan anak, demikian juga dengan istri kalau hanya karena menginginkan anak lalu keduanya Harus bercerai maka perlu dipertanyakan Komitmennya.

Karena berkah yang paling utama dalam sebuah ikatan pernikahan adalah pasangan kita, bukan hanya anak. Anak itu merupakan berkah tambahan dan pelengkap di dalam kehidupan suami istri, yang berkomitmen setia sampai maut saja yang memisahkan mereka.

Semoga cerita diatas bisa membuat kehidupan rumah tangga jadi makin harmonis karena pada dasarnya kehidupan suami istri itu harus bisa menunjukan rasa saling menyayangi dan bisa menempatkan pasangan pada prioritas pertama dan berprinsip bahwa dalam sebuah rumah tangga tidak ada hal yang terlebih penting dari pasangan kita .

Semoga bermanfaat bagi yang sudah berumah tangga dan bagi yang masih single mungkin bisa mengambil hikmahnya.
 

"KISAH SELEMBAR UANG PECAHAN SERATUS DOLLAR"



Dia adalah seorang anak susah yang terlahir dalam keluarga miskin, ayahnya wafat pada saat usianya tiga tahun, ibunya mencari nafkah dengan mencuci pakaian orang. Maka dia sadar kalau diri...nya harus bekerja keras.

Pada usia 18 tahun, dia berhasil masuk perguruan tinggi dengan nilai yang tinggi. Demi mencukupi biaya sekolahnya, ibunya pernah menjual darah, namun dia berpura-pura tidak tahu, sebab takut melukai hati ibunya.

Dia sendiri pernah menjual darah secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui ibunya, mengangkut batu sampai tangannya berdarah, juga menjual koran, demi sedikit meringankan beban ibunya.

Pada masa liburan musim dingin tahun kedua, dia pulang ke rumah dan melihat ibunya sedang mencuci pakaian orang dalam cuacasangat dingin, kedua tangan ibunya sampai pecah-pecah karena kedinginan. Ibunya berkata: Pekerjaan lain sulit ditemukan, jadi hanya bisa mencuci pakaian, sehelai pakaian upahnya satu dolar, semua ini adalah pakaian orang kaya, mereka takut pakaiannya rusak kalau mempergunakan mesin cuci.

Hari itu, ibunya menerima upah kerjanya dan berkata dengan gembira: Anakku, ibu mendapatkan upah 200 dolar.

Sambil berkata ibunya merogoh kocek, siapa tahu di dalam koceknya hanya tersisa selembar uang kertas pecahan 100 dolar saja.

Seketika ibunya menjadi panik: Ibu kehilangan 100 dolar.

Tanpa berkata banyak, ibunya dengan tergesa-gesa ke luar rumah. Di luar rumah sungguh gelap, angin juga kencang dan turun salju, ibu menelusuri jalan pulang tadi untuk mencari uangnya. Dapat dilihat kalau 100 dolar itu adalah sangat penting baginya.

Itu adalah biaya hidup ibunya selama sebulan, itu adalah uang makannya selama sebulan.

Ibunya sudah ke luar rumah, dia juga mengikuti ibunya ke luar rumah. Di luar sangat gelap, ibunya mempergunakan lampu senter untuk mencari uangnya. Tanpa terasa air matanya mengalir turun.

Benar! Itu adalah upah ibunya mencuci 100 helai pakaian. Dia mencari di halaman rumah, juga mencari di jalan, tetapi tetap saja tidak ditemukan. Jika pun ada, mungkin sudah pun dari tadi dipungut orang lain.

Ibunya bolak balik tiga kali untuk mencari uangnya. Dia berkata kepada ibunya dengan hati pilu: Ibu, tidak usah cari lagi, nanti sesudah hari terang baru kita cari lagi.

Namun ibunya tetap bersikeras ingin mencari, cahaya dari lampu senter di kegelapan malam seakan menikam lubuk hatinya dan membuat rasa sakit tiada terhingga.

Dia lalu mengambil 100 dolar dari uang biaya hidup yang diberikan ibunya dan meletakkannya di halaman rumah. Dia beranggapan kalau ini adalah jalan terbaik untuk membebaskan ibunya dari kegalauan.

Ternyata dia mendengar ibunya berkata dengan senang: Anakku, uang sudah ditemukan.

Dia berlari ke luar dan ikut bergembira bersama ibunya. Dengan gembira ibu dan anak kembali ke dalam rumah. Ibunya berkata: Anggap saja tidak ditemukan. Mari, ini untukmu! Kamu harus makan yang lebih baik, lihat! Kamu terlalu kurus.

Beberapa tahun kemudian, dia tamat kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia lalu menjemput ibunya untuk tinggal bersama di kota, sejak itu ibunya tidak perlu lagi mencuci pakaian orang.

Uang kertas pecahan seratus dolar itu, dia tidak pernah merasa rela untuk mempergunakan dan terus disimpannya. Itu adalah uang kertas pecahan seratus dolar yang dicari ibunya semalaman, melambangkan kehangatan dan perasaan penuh kemantapan.

Setelah beberapa tahun kemudian, dia mengungkit hal ini dalam suatu kesempatan, sambil tersenyum berkata kepada ibunya: Ibu, saya yang menaruh uang kertas pecahan seratus dolar itu di sana. Namun yang mengejutkannya adalah jawaban ibunya: Ibu tahu.

Dengan heran dia bertanya: Bagaimana ibu bisa tahu? Ibunya menjawab: Uang yang ibu dapatkan selalu diberi tanda, ada tulisan 1, 2, 3 di atasnya, sedangkan uang kertas itu tidak ada tanda, apalagi ditemukan di halaman rumah. Ibu tahu kalau itu adalah uang yang kamu taruh karena takut ibu galau. Dalam hati ibu berpikir, karena anak ibu demikian sayang pada ibu, maka ibu tidak boleh mencari lagi, jikalau sudah hilang dan tidak akan ditemukan lagi, kenapa tidak membuat anak ibu tenang hati saja?

Dia lalu maju memeluk ibunya dengan mata berkaca-kaca.

Sungguh ibu dan anak yang bertautan hati, mereka selalu meninggalkan cinta kasih terhangat kepada pihak lain. Benar sekali, walau pun miskin, namun dengan adanya cinta kasih, maka mereka merupakan orang paling kaya di dunia ini.

Pencarian sehelai uang kertas pecahan seratus dolar ini melambangkan dalamnya kasih sayang antara ibu dan anak.

"Kejujuran terbukti memang tak ternilai harganya"





Seorang pengemis tunawisma bernama Billy Ray Harris di Negara Bagian Missouri, Amerika Serikat, bagaikan mendapat durian runtuh ketika orang-orang memberinya sumbangan uang hingga mencapai ...Rp 830 juta. Kisahnya sontak menjadi sorotan di Negeri Paman Sam itu.

Situs Huffington Post melaporkan, Sabtu (23/2), awal bulan lalu Harris sempat mengembalikan sebuah cincin berlian kepada Sarah Darling ketika pemilik cincin itu tak sengaja menjatuhkan cincinnya ke dalam mangkuk tempat uang Harris di pinggir jalan ketika akan memberinya uang receh.

Sebagai rasa terima kasih, Sarah bersama suaminya kemudian mengumpulkan uang sumbangan untuk Harris setelah menceritakan kisahnya kepada teman-temannya. Sejak 14 Februari lalu uang sumbangan untuk Harris telah mencapai Rp 830 juta.

"Saya tak tahu bagaimana hidup Anda sebelumnya hingga jadi pengemis, tapi saya yakin Anda adalah orang sangat jujur," tulis seorang penyumbang bernama Volanda Shields di laman GiveForward. Dia menyumbang Rp 10 juta kepada Harris.

"Kata-kata tak mampu menggambarkan perasaan saya terlibat dalam kegiatan ini," kata suami Darling, Bill Krejci.

Harris yang mengaku dibesarkan oleh kakeknya yang seorang pendeta, mengatakan kepada stasiun televisi KCTV, keputusannya mengembalikan cincin itu tidak mengharapkan pamrih.

"Yang saya rasakan saat ini," kata Harris, "apa yang akan terjadi di dunia ini ketika orang-orang mengembalikan barang yang bukan haknya?"

Sumber: http://www.merdeka.com/dunia/kembalikan-cincin-berlian-pengemis-ini-dapat-uang-ratusan-juta.html

Ayah Mati Kedinginan Demi Lindungi Putrinya


Menyedihkan! Ayah Mati Kedinginan Demi Lindungi Putrinya
Rita Uli Hutapea - detikNews
[Gambar/Foto: lokasi ditemukannya jasad Okada (Mainichi) ]

Tokyo, - Menyedihkan! Seorang ayah mati kedinginan demi melindungi putrinya dari cuaca dingin... parah yang melanda Jepang utara. Anak perempuan berumur 9 tahun itu kini sebatang kara karena ibunya telah meninggal dua tahun lalu.

Mikio Okada meninggal saat mencoba melindungi anak semata wayangnya, Natsune dari terpaan angin dingin berkecepatan 109 km per jam, di saat suhu udara anjlok ke angka minus enam derajat Celsius.

Okada termasuk satu di antara 9 orang yang tewas dalam berbagai insiden terkait badai salju yang melanda Pulau Hokkaido. Seperti diberitakan kantor berita AFP, Senin (4/3/2013), jasad Okada ditemukan oleh tim penyelamat yang mencarinya setelah menerima laporan dari kerabat keluarga yang khawatir akan mereka.

Saat ditemukan di depan sebuah bangunan gudang di Yubetsu, Hokkaido pada Minggu, 3 Maret pagi waktu setempat, Natsune mengenakan jaket ayahnya dan berada dalam pelukan ayahnya.

Diketahui bahwa pada Sabtu, 2 Maret sore, Okada menjemput putrinya dari sekolah. Okada kemudian menelepon keluarganya dan mengatakan bahwa truknya tak bisa berjalan karena terjebak salju tebal.

Dia pun mengatakan bahwa dirinya dan Natsune akan berjalan kaki untuk menuju rumah mereka. Keduanya ditemukan pada Minggu (3/3) sekitar pukul 07.00, hanya sekitar 300 meter dari truk mereka.

Menurut media Jepang, Yomiuri Shimbun, tim penyelamat mendapati Okada tengah memeluk erat putrinya. Dia menggunakan tubuhnya dan tembok sebuah gudang untuk melindungi anak gadisnya. Okada bahkan melepas jaketnya dan memakaikannya pada bocah itu.

Saat ditemukan, Natsune menangis lemah dalam pelukan ayahnya. Gadis kecil itu pun dilarikan ke rumah sakit dan diketahui tidak mengalami luka-luka yang serius.

Menurut Yomiuri, ibu Natsune meninggal dua tahun lalu karena menderita sakit. Para tetangga menyebut Okada sebagai ayah yang sangat menyayangi putrinya. Dia kerap memilih terlambat bekerja demi bisa menikmati sarapan pagi bersama putrinya.

(ita/nrl)
======
Share jika Anda setuju bahwa Kasih Sayang dari Orang Tua itu Tiada Batas, Tanpa Mengharapkan Balas Jasa, Kasih Sayang Sejati
======
Sumber: http://news.detik.com/read/2013/03/04/170412/2185311/1148/menyedihkan-ayah-mati-kedinginan-demi-lindungi-putrinya?nd772204btr