Ini adalah sebuah kisah tentang kasih
sayang yang begitu besar seorang ayah terhadap anak laki-lakinya. yang
menderita cacat di otaknya sejak lahir. Terkadang kesulitan menjadikan
jalan untuk menunjukkan kemampuan yang sebenarnya. Sebuah penderitaan
merupakan jalan untuk menunjukkan cinta yang sesungguhnya. Ungkapan itu
semakin lama semakin bisa dipahami. Terlebih saat membaca dan melihat
kisah keluarga dari Boston, Amerika Serikat ini.
Memang
ada orang yang mengeluh karena kesulitan. Ada banyak juga yang tampil
sebagai pribadi yang keras dan pemarah karena beban derita yang besar.
Sebagian orang kerap tergoda untuk lebih mudah marah dan gampang
membenci saat banyak masalah datang. Namun kisah cinta seorang ayah ini
mulai membuka mata setiap orang, bahwa penderitaan adalah sungguh
jalan untuk menunjukkan cinta.
Kisah
ini bercerita tentang sebuah keluarga yang terus mencintai anaknya
dalam penderitaannya. Mungkin Anda pernah mendengar tokoh ini, atau
sudah pernah melihat videonya, tidak apa, tapi mungkin ada yang belum
pernah mendengar, siapa tahu apa yang saya tulis kembali disini ini
dapat berguna sebagai sebuah pelajaran hidup untuk kita semua.
Semua
penderitaan itu bermula ketika anak laki-laki mereka lahir dengan
cacat bawaan. Cacat ini bukan pada fisik luarnya, tetapi pada bagian
dalam tubuhnya. Otaknya tidak memperoleh suplai oksigen dengan baik.
Tentu saja ini sangat berpengaruh buruk. Secara sederhana, Rick, anak
laki-laki mereka ini tidak akan bisa hidup normal.
Suami
istri itu tidak menyerah begitu saja meski mendapati anaknya tidak
akan bisa berjalan dan bicara. Mereka mencari jalan agar anaknya bisa
belajar, bisa tumbuh, meski memiliki begitu banyak kekurangan. Saat
Rick berusia 10 tahun orangtuanya memberi sebuah computer sederhana
yang bisa sangat membantu Rick. Tentu saja tahun tersebut, 1972,
tekhnologi belum sangat maju seperti sekarang. Toh kehadiran computer
itu sangat menolong. Pelan-pelan Rick diajari mengeja huruf demi huruf.
Kata pertama yang membahagiakan mereka adalah ketika Rick bisa
menggerakkan mouse computer untuk mengeja kata sapaan, “hi Mom” dan “hi
Dad”.
Pelan-pelan Rick dikenalkan dengan
berbagai aktivitas anak-anak pada umumnya, meski ia menjalani dengan
duduk di kursi roda. Ia diajari berenang, bermain hoki, dll. Akhirnya
tahun 1975, ketika ia berusia 13 tahun, Rick di masukkan ke sekolah
normal. Di sana ia belajar dan bisa mengikuti dengan baik, tentu dengan
bantuan berbagai alat. Tidak hanya sampai di situ, Rick mampu
menyandang gelar sarjana dalam bidang Pendidikan Khusus tahun 1993.
Seperti
anak-anak dan pemuda pada umumnya, Rick sangat menyukai olah raga. Ia
mengikuti beritanya dan sangat ingin terlibat di dalamnya. Di sinilah
kebesaran cinta sang ayah sungguh diuji. Suatu saat di musim semi tahun
1977, Rick mengatakan ingin ikut dalam lomba lari 5 mil yang ada di
kota mereka. Ayahnya menyetujui. Tentu saja, Rick tidak mampu berlari
sendiri. Orangtuanya membuatkan kursi roda khusus yang bisa didorong
sambil berlari. Ayahnyalah yang berlari sambil mendorong kursi roda
anaknya.
Setelah
ikut lomba tersebut, Rick seperti keranjingan untuk ikut lomba yang
lain. Sang ayah selalu mengiyakan. Ia tidak pernah menolak keinginan
anaknya. Suatu malam, Rick berkata pada ayahnya, “Dad, ketika aku ikut
berlari, aku merasa bahwa aku bukan orang cacat.” Tentu saja ini sangat
mengharukan bagi sang ayah.
Berbagai lomba telah mereka ikuti.
Puncaknya ketika mereka terlibat dalam lomba iron-man. Lomba ini
meliputi lari, bersepeda dan berenang di laut. Hal itu terjadi pada
tahun 1992. Sekali lagi, sang ayah mengiyakan tanpa mengeluh akan
permintaan anaknya tersebut. Saat itu usia Rick sudah 30 tahun dan
ayahnya sudah 52 tahun. Setelah itu mereka masih mengikuti beberapa
lomba yang lain lagi. Bapak anak ini menjadi sebuah team yang solid.
Sang anak terus berusaha memberi semangat pada ayahnya dengan
merentangan tangan dan menunjukkan raut muka gembira. Mereka telah
menjadi satu. Mereka tidak mungkin berlomba secara terpisah. Sang ayah
adalah tubuh dan anaknya adalah hati yang membakar semangat untuk terus
berlari.
Mereka
masih memiliki rencana akan mengikuti lomba marathon di Boston, yang
merupakan lomba favoritenya Rick pada tahun 2011. Waktu itu terjadi,
usia sang ayah sudah 70 tahun. Kita tidak tahu apakah mereka masih bisa
melakukan atau tidak. Namun yang pasti, ayah yang perkasa ini telah
menunjukkan cinta yang sangat besar pada anaknya. Ia tidak pernah
mengeluh, karena penderitaan anaknya adalah jalan baginya untuk
menunjukkan cintanya.
Suatu
saat Rick pernah ditanya, ‘jika bisa memberi sesuatu pada ayahmu,
apakah yang ingin kamu berikan?’ Rick menjawab, ‘kalau mungkin, suatu
saat ayah duduk di kursi ini dan aku yang mendorongnya.’ Teman, saya
belajar banyak dari keluarga ini, dari ayah yang hebat ini. Maka saya
ingin bagikan pada Anda salah satu klipnya. Tentu saja, kalian masih
bisa mencari klip yang lain lagi. Semoga kalian mendapatkan hikmahnya. O
iya, ayah perkasa yang penuh dengan cinta ini namanya DICK HOYT.
Silahkan buka videonya dibawah, yang sangat menggugah perasaan :
http://www.youtube.com/watch?v=LYGBueOVliA&feature=player_embedded
Tidak ada komentar:
Posting Komentar